“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah (9):40).
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Akhi wa ukhti, pernahkah kita mengalami kegagalan? Jika iya, sudah pasti
kita merasa sedih. Mungkin ada di antara kita yang menangis, berlarut dalam
kesedihan, atau menyalahkan orang lain? Kali ini blog Diligent ingin
menyampaikan beberapa kata mengenai kegagalan dan bagaimana menyikapinya
sebagai seorang Muslim.
Kegagalan adalah obat mujarab bagi kesuksesan. Orang yang kuat bukanlah orang
yang tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, tapi orang yang kuat
adalah orang yang menyadari kesalahannya dan berusaha memperbaiki
kekurangannya. Hadits Rasul SAW ini bila kita kondisikan, mungkin akan jadi:
orang yang sukses bukanlah orang yang tidak pernah gagal dalam hidupnya, tapi
orang yang sukses adalah orang yang berkali-kali gagal, berkali-kali bangkit,
dan mencoba terus menerus. Hingga Allah memberinya jalan menuju kesuksesannya.
Ada suatu kisah tentang seorang anak kecil penjual ikan di Basra pada masa
Khalifah Abbasiyah. Anak ini berasal dari keluarga yang sangat miskin, sehingga
untuk membantu keluarganya, dia rela menjual ikan di kanal Basra. Tapi ada yang
tidak biasa dalam dirinya. Meskipun miskin, anak ini tetap memiliki cita-cita
tinggi. Ia berkumpul bersama teman-temannya di Masjid Raya Basra untuk belajar,
hingga lulus sekolah di umurnya yang ke-25. Ia berhasil menulis sebuah buku
berjudul Kitab al-Hayawan (buku tentang hewan). Anak ini bernama Abu ‘Utsman
‘Amr bin Bahr al-Kinani al-Basri atau al-Jahiz, yang merupakan salah satu tokoh
Muslim berpengaruh di dunia.
Yang menarik adalah, al-Jahiz tidak menyerah. Dia tidak berpangku tangan,
atau merenungi nasibnya dengan bersedih. Jika ingin, al-Jahiz bisa menangis dan
meratap setiap hari, berlarut dalam kemiskinan, dan menyalahkan keadaan
keluarganya. Tapi itu tidak dia lakukan.
Al-Jahiz tidak akan bisa mencapai impiannya tanpa mencoba berkali-kali dan
gagal berkali-kali. Dan ia tidak menyerah. Kenapa, wahai akhi dan ukhti? Itu
semua karena Allah bersama kita. Allah ada di setiap napas yang kita ambil,
Allah ada baik kita sedang merasa senang maupun sedih.
Sama halnya dengan saudara-saudara kita sesama Muslim di Palestina yang
tidak bisa mencicipi bulan mulia Ramadhan dengan damai dan aman. Setiap saat selalu
dibayang-bayangi aksi teror Israel. Tapi tidak ada saudara kita yang
mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Itu semua karena mereka yakin bahwa
Allah SWT tidak akan meninggalkan umatnya. Allah selalu bersama kita.
Maka apakah kita yang bisa sahur dengan nyaman dan berbuka dengan aman
masih merasa sedih dan putus asa dengan suatu kegagalan?
Allah telah berfirman:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. ” (Q.S. Al-Insyirah (94):5-8).
Di balik kegagalan, ada kesuksesan yang gemilang jika diiringi dengan
usaha, doa, ikhtiar, dan tawakal. Mengadulah hanya kepada Allah, maka hati kita
akan tentram. Ingatlah Allah, maka kita juga akan diingat oleh-Nya. Berjuanglah
di jalan-Nya dengan hati yang lapang, maka nikmat dunia dan akhirat in syaa
Allah menjadi balasan kita kelak.
Jadi, jika kita gagal, jangan bersedih dan berputus asa. Itu artinya masih
banyak pintu sukses yang bisa kita buka dan ada lebih dari 1001 cara untuk
mencapainya. Serahkan semuanya pada Allah, maka kita akan mendapatkan yang
terbaik. Jika kita tersandung kegagalan, jangan bersedih. Allah bersama kita.
Jadikan batu sandungan itu sebagai batu loncatan ketika kita kembali bangkit di
jalan-Nya. In syaa Allah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar